Rabu, 21 Maret 2012

Kasus Ketenagakerjaan di Indonesia


Kasus tenaga kerja di Indonesia, memang sangat banyak yang terjadi di dunia. Salah satunya Negara Indonesia, khususnya Papua. Indonesia adalah sebuah negara yang sedang berkembang, dan memiliki cukup banyak penduduk. Maka, sering banyak terjadi kasus dalam mempermasalahkan tentang tenaga kerja. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya berbagai kasus tenaga kerja di Indonesia. Beberapa contoh yang terjadi adalah : Kurangnya Lowongan Kerja, dan Kurangnya Penempatan Skill yang tepat dalam setiap Pekerjaan. Pertama, Kurangnya lowongan kerja, dimana kebanyakan kasus tenaga kerja yang terjadi diakibatkan oleh sedikitnya perusahaan yang didirikan oleh pemerintah. Kebanyakan perusahaan yang didirikan oleh pemerintah umumnya lebih memilih tenaga kerja yang berpendidikan atau terdidik. Sedangkan di Indonesia masih sangat banyak masyarakat yang sudah termasuk dalam angkatan kerja belum mendapatkan pendidikan yang layak. Kedua, Kurangnya penempatan skill yang tepat dalam setiap Pekerjaan, dimana kebanyakan perusahaan yang didirikan oleh pemerintah membutuhkan tenaga ahli dalam berbagi bidang. Terutama perusahaan yang merupakan penghasilan utama di Negara itu. Terkadang juga, skill yang ada tidak sesuai dengan lowongan kerja yang dibuka. Maka terjadilah banyak pengagguran di Indonesia.
Di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah, masalah perusahaan rokok dan tenaga kerja yang mengakibatkan bangkrutnya pabrik-pabrik kecil dan banyaknya pengagguran di Indonesia. Pengusaha rokok di daerah kita kini berguguran, mereka yang dicap ilegal didatangi polisi, dirampas alat produksinya, dan rokok disita. Namun begitu pabrik rokok ilegal itu hilang, muncul pabrik rokok kecil baru dengan izin resmi dari pemerintah. Dan ternyata itu milik perusahaan rokok besar dengan merek yang mendunia. Fakta bahwa penerimaan negara dari cukai rokok pada 2009 bernilai Rp55 triliun, industri rokok menyerap sedikitnya enam juta tenaga kerja, mereka juga memperjuangkan hak hidup pabrik rokok kecil, dan sebagainya.
Bicara industri rokok di Indonesia, Nitisemito merupakan pelopor industri rokok keretek di negeri ini, yang karenanya menjadikan sejumlah orang Indonesia mampu menduduki kursi kehormatan sebagai orang terkaya di kelas dunia. Antara lain Robert dan Michael Hartono. Kedua bersaudara tersebut bahkan menjadi yang terkaya di Indonesia, dengan jumlah kekayaan keduanya sekitar USD10 miliar. Namun, singgasana emas yang mereka duduki tentu saja membutuhkan ’’tumbal’’ dalam jumlah tidak kecil. Jumlah korban akibat kegiatan merokok ini semakin serius, bukan hanya di kalangan pengusaha rokok skala kecil tadi maupun sejumlah petani tembakau di Temanggung yang sering terijon. Tapi juga anggota masyarakat lebih-lebih perokok usia muda. Tampak sekali di negeri kita ini aksi penyadaran tentang dampak buruk rokok masih sangat lemah dan perlu untuk terus digelorakan, karena kita tentu tidak menginginkan keluarga ataupun orang-orang yang kita cintai menjadi korban akibat kecanduan rokok tersebut.
Kasus tenaga kerja di Indonesia khususnya di PT Freeport Inonesia, Bukan Sekedar Masalah Renegosiasi Tapi Menegakkan Kedaulatan RI. Sudah 44 tahun aktivitas pertambangan emas PT Freeport-McMoran Indonesia (Freeport) bercokol di tanah Papua. Namun selama itu pula kedaulatan negara ini terus diinjak-injak oleh perusahan asing tersebut. Dibandingkan PT Freeport yang memiliki tenaga kerja dan modal tentu posisi tawar pemerintah saat itu masih kecil.
PT Freeport McMoran Indonensia pun telah berlaku semena-mena kepada karyawan Freeport Indonesia yang kebanyakan adalah orang asli Indonesia. Menurut pengakuan Sekretaris Hubungan Industri Serikat Pekerja Freeport Indonesia, Freeport bersifat eksklusif sehingga akses untuk ke rumah sakit ataupun mess pun juga sulit. Lebih jauh lagi, standart yang dimiliki pekerja Freeport dari Indonesia sama dengan seluruh karyawan Freeport yang ada di seluruh dunia akan tetapi gaji yang diterima oleh pekerja dari Indonesia hanya separuhnya. Sampai sekarang pihak management Freeport tidak menyetujui tuntutan pekerja Indonesia tersebut. Bukan keadilan yang didapatkan pekerja Freeport dari Indonesia yang menuntut kenaikan gaji akan tetapi tudingan sebagai kelompok separatis lah yang mereka dapat. Padahal mereka hanya menuntut hak-haknya sebagai warga negara untuk memperoleh kesejahteraan. Menurut seorang pakar ekonomi dari Universitas Padjajaran sekaligus aktivis LSM Econit, Ibu Hendri, setidaknya ada tiga alasan mengapa solusi Freeport ini bukan sekedar negosiasi. Pertama, Yaitu meluruskan aturan perundang-undangan yang menyimpangkan amanah konstitusi (Pasal 33 UUD 1945). Kedua, Renegoisasi atau perubahan Kontrak Karya (KK) yang tidak memakai dasar konstitusi tidak akan memberikan manfaat bagi kepentingan rakyat Indonesia. Dan yang terakhir, rakyat Papua secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum membutuhkan dana yang besar untuk mengejar ketertinggalan dalam membangun manusia maupun fasilitas yang diperlukan untuk mendukung pelayanan sosial dan kemajuan ekonomi.
Komisi IX DPR RI  akan membentuk Tim untuk penyelesaian kasus ketenagakerjaan PT Freeport Indonesia yang terdiri dari perwakilan Komisi IX DPR RI, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI serta pihak-pihak terkait lainnya. Tim ini akan menyelesaikan kasus yang terjadi antara pekerja dengan management PT Freeport Indonesia. Ketua Komisi IX DPR RI dalam Konferensi Pers di Gedung DPR RI, Ia menyatakan  turut prihatin dan berbela sungkawa atas kejadian penembakan terhadap karyawan PT Freeport Indonesia yang mengakibatkan tewasnya  Piter Ayami Seba pada aksi massa 10 Oktober 2011. Komisi IX DPR RI mendesak PT Freeport Indonesia untuk memenuhi hak-hak normatif para pekerja serta tidak mengganti pekerja dengan pekerja lain selama melakukan mogok kerja sesuai dengan amanat UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 144 dan 145.